Pesan Cinta Rasulillah di Langit Arafah

Oleh Agastya Harjunadhi

(Khutbah Haji Wada Nabi Muhammad SAW)

Haji Wada’ dikenal dengan nama Haji Perpisahan Nabi Muhammad ﷺ . Beliau mengumumkan niatnya pada 25 Dzulqaidah 10 H atau setahun sebelum beliau wafat.

Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ra, ia berkata: “Selama 9 tahun tinggal di Madinah Munawwarah, Rasulullah saw belum melaksanakan Haji. Kemudian pada tahun kesepuluh beliau mengumumkan hendak melakukan haji. Maka berduyun-duyun orang datang ke Madinah, semuanya ingin mengikuti Rasulullah Saw dan mengamalkan ibadah haji sebagaimana amalan beliau.”

Pada pagi hari itu, Nabi ﷺ memimpin khalayak kaum Muslimin bergerak menuju Padang Arafah. Nabi ﷺ kemudian tiba di Namirah, sebuah desa sebelah timur Arafah. Di sana, sudah dipasang kemah untuk beliau. Selanjutnya, Nabi ﷺ berangkat lagi hingga sampai dekat oasis di bilangan Uranah. Di tempat itulah, beliau menyeru kepada seluruh khayalak (muslimin yang ikut haji yang mewakili ummat Islam seluruhnya hingga saat ini). Sebagian sejarawan menyebut jumlah mereka 90 ribu orang. Sebagian ulama menyebut 124 hingga 144 ribu orang. Maka berkumpul-lah lautan manusia. Mereka siap mereguk untaian nasihat agung dari manusia agung, Rasulullah ﷺ .

Hari itu, 9 Dzulhijjah tahun 10 H. Setelah matahari condong ke barat, insan paling mulia ﷺ itu, memulai berpesan kepada ummat yang dicintainya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir ra, beliau memulai Khutbah dengan mengucapkan syukur dan puji ke hadirat Allah SWT terlebih dahulu. Kemudian beliau melanjutkan dengan lantunan yang jelas. Tiap selang-seling pesan ceramahnya, beliau menjeda untuk memberi waktu pemahaman kepada ratusan ribu jamaah di hadapannya

“Wahai manusia, dengarlah baik-baik apa yang hendak kukatakan. Aku tidak tahu apakah aku dapat bertemu lagi dengan kalian setelah tahun ini, di tempat wuquf seperti ini selama-lamanya. Maka dengarlah kata-kataku dengan baik dan seksama. Dan sampaikanlah kepada mereka yang tidak hadir disini.

Continue reading Pesan Cinta Rasulillah di Langit Arafah

Hari Penuh Kemuliaan & Kerendahan Hati

Khutbah Pertama di Ayasofya : Hari Penuh Kehormatan dan Kerendahan Hati
Oleh: Prof Dr. Ali Erbas
Ketua Direktorat Urusan Keagamaan, Turki

Muslim yang terhormat!

Semoga berkah dan pertolongan Allah menyertai kedamaian berkelimpahan di hari Jum’at ini bagi Anda!

Di saat yang diberkahi ini, di tempat sakral ini, kita menyaksikan momen bersejarah. Masjid Hagia Sophia diperjumpakan dengan kita dengan cahaya Hari Raya Idul Adha di hari ketiga bulan haji Dzulhijjah. Kerinduan bangsa kita, patah hati kita selama ini, akan segera berakhir hari ini. Terima kasih dan segala puji yang tiada tara untuk Allah SWT!

Hari ini adalah hari ketika pelafalan takbir, tahlil, dan salawat bergema lagi di bawah kubah Hagia Sophia, diikuti adzan yang menyeru dari menara-menara masjidnya. Hari ini kita mengalami hari yang mirip dengan ketika 16 muazzin menggemakan suara Allahu Akbar di sekitar 16 menara Masjid Biru (Masjid Sultan Ahmed), tepat di seberang kita, 70 tahun yang lalu. Dan bersatu kembali antara masjid dengan adzan setelah pemisahannya 86 tahun. Hari ini adalah hari ketika orang-orang beriman berdiri untuk bersimpuh berdoa dalam air mata, dalam damainya ruku, dan sujud penuh kesyukuran.

Hari ini adalah hari kehormatan dan kerendahan hati. Terima kasih dan puji yang tak terkira kepada Allah SWT yang mengizinkan kita untuk memiliki hari ini. Hari yang terhormat (Jum’at dan Dzulhijjah) seperti hari ini (momen pembebasan Ayasofya), untuk berkumpul di (masjid) tempat paling suci di bumi, dan untuk bersujud di hadapanNya di Hagia Sophia Agung ini.

Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad (saw) yang memberikan kabar baik tentang penaklukan ini melalui sabdanya, “Suatu hari Konstantinopel akan ditaklukkan. Hebat adalah komandan yang akan menaklukkannya, dan hebatnya adalah tentaranya! ”

#visiperadaban #visiperadabanislam #khutbahpertama #ayasofya #ayasofyacamii #masjidayasofya #erdogan #turki #istanbul #konstantinopel #erdogan #rterdogan #islam #iqra

Salam kepada arsitek spiritual Istanbul, yang menapaki dan merintis jalan untuk mencapai kegembiraan ini, Abu Ayyub al-Ansari khususnya, para sahabat Nabi, dan mereka yang mengikuti jejak langkah mereka yang kokoh dan bersahaja.

Salam kepada Sultan Alparslan, yang membuka gerbang Anatolia bagi bangsa kita dengan keyakinan bahwa penaklukan tidak berarti menyerang tetapi menjadikannya makmur, dan membangun (bukan menghancurkan). Salam kepada para martir dan veteran kami yang telah menjadikannya (bumi konstantinopel ini) tanah air kami dan mempercayakannya kepada kami; dan semua sultan dari hati yang telah membentuk kembali geografi (jati diri) kita dengan iman.

Salam kepada Aaq Syamsuddin, cendekiawan bijak yang menyulam cinta penaklukan di hati Sultan Mehmed II dan memimpin shalat Jum’at pertama di Hagia Sophia pada 1 Juni 1453.

فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِۜ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّل۪ينَ

Salam kepada penguasa muda dan tekun itu, Mehmed Sang Penakluk (Al- Fatih, Semoga Allah memberikan ganjaran terbaik berupa surga), yang melekat dalam hati pada ayat “Dan ketika Anda telah memutuskan/berazzam, maka andalkanlah (tawakkal kepada) Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bersandar (kepadaNya)”. Dia Sultan muda, seorang jenius sejarah, sastra, sains, dan seni; yang menghasilkan teknologi paling maju di zamannya dan membuat kapal-kapal bergerak di atas tanah; yang menaklukkan Istanbul dengan izin dan pertolongan Allah; dan kemudian (ia) tidak mengizinkan siapa pun untuk menyebabkan kerusakan sekecil apa pun bahkan sepotong kerikil di kota terhormat ini.

Salam kepada bapak arsitektur, seniman besar, Mimar Sinan sang Arsitek, yang merenovasi Hagia Sophia dengan menara dan memperkuatnya sehingga bertahan selama berabad-abad. Salam bagi semua saudara dan saudari kita di seluruh penjuru dunia yang telah merindukan dan merayakan dengan gembira pembukaan kembali Hagia Sophia untuk beribadah.

Salam kepada orang-orang terkemuka kami yang telah mengusahakan dengan segenap hati dan jiwa mereka, dari zaman dahulu hingga sekarang, untuk memastikan bahwa Hagia Sophia memenuhi panggilan adzan, iqamat, wa’z, khutbah, doa, pelafalan, kegiatan ilmiah, dan pembinaan jamaah besarnya.

Salam kepada orang-orang terpelajar dan intelektual kami dan para pemimpin terkemuka yang penuh dengan kebijaksanaan dan kebajikan yang menggambarkan Hagia Sophia sebagai “kamar kerohanian dan perhiasan (kami) di rumah kami sendiri” dan menanamkan harapan serta kesabaran dalam hati dan pikiran dengan mengatakan “Hagia Sophia akan (pasti) dibuka (menjadi masjid) kembali! Tunggulah, wahai anak muda, tunggu! Biarkan hujan kasih sayang turun lagi membanjiri. Apa lagi yang aku inginkan selain menjadi bagian dari arus rahmat itu! Hagia Sophia akan dibuka kembali, seperti buku tua tercinta!” Semoga rahmat Allah atas mereka semua!

Hai orang-orang yang beriman,

Hagia Sophia, dengan usianya lebih dari lima belas abad, adalah salah satu tempat ibadah, pusat pengetahuan, dan kebijaksanaan paling berharga dalam sejarah umat manusia. Tempat ibadah kuno ini adalah ekspresi penghambaan dan ketundukan yang luar biasa kepada Allah, Tuhan semesta alam.

Sultan Mehmed Al Fatih menganugerahkan dan mempercayakan tempat ibadah yang luar biasa ini sebagai cindera matanya (pesan) kepada orang-orang beriman bahwa ini (Hagia Sophia) harus tetap menjadi masjid sampai hari akhir. Setiap aset yang diberkahi dalam keyakinan kami, tidak dapat diganggu gugat, dan akan membakar siapa pun yang menyentuhnya; piagam perjanjian (amanat) itu sangat dijaga dan siapa pun yang melanggarnya akan dikutuk. Oleh karena itu, sejak hari itu (29 Mei 1453) hingga saat ini, Hagia Sophia telah menjadi tempat perlindungan (ibadah) tidak hanya negara kita tetapi juga umat Nabi Muhammad SAW seluruhnya.

Hagia Sophia adalah tempat dari mana rahmat Islam yang tak terbatas, sekali lagi, disyiarkan ke seluruh dunia. Sultan Mehmed Al Fatih berkata kepada orang-orang yang berlindung di Hagia Sophia setelah penaklukan dan sedang menunggu dengan cemas apa yang akan terjadi pada mereka: “Mulai saat ini, jangan takut untuk kebebasan dan hidupmu! Tidak ada aset persorangan yang akan dijarah, tidak ada orang yang akan ditindas, dan tidak ada orang yang akan dihukum karena agama mereka yang dianut” Sang Sultan bertindak sesuai nurani kemanusiaan. Karena alasan inilah Hagia Sophia merupakan simbol penghormatan terhadap keberimanan, kebijaksanaan dan moralitas.

Muslim yang terkasih!

Pembukaan kembali Hagia Sophia untuk beribadah adalah bukti kesetiaan terhadap akumulasi sejarah peradabannya. Ini adalah kembalinya tempat suci, yang telah memeluk orang-orang beriman selama lima abad untuk kembali pada perannya. Pembukaan kembali Hagia Sophia untuk aktifitas ibadah adalah bukti bahwa peradaban Islam (yang fondasinya adalah tauhid, bangunannya adalah ilmu pengetahuan, dan semennya kebajikan) akan terus meninggi mengayomi, terlepas dari semua kelemahan.

Pembukaan kembali Hagia Sophia untuk ibadah berarti bahwa semua masjid yang menyedihkan, pertama dan terutama Masjid al-Aqsa, dan orang-orang yang tertindas di bumi, mendapatkan dukungan garis hidup. Pembukaan kembali Hagia Sophia untuk beribadah adalah tekad bangsa kita yang mulia, yang memegang iman dan cinta tanah air di atas segalanya, untuk membangun masa depan yang kokoh dengan kekuatan spiritual yang diwariskan dari para leluhur.

Hai orang-orang yang beriman,

Masjid-masjid kami adalah sumber persatuan, persahabatan, persaudaraan, iman dan ketenangan kami dalam peradaban kami. Allah Yang Maha Kuasa menyatakan tentang mereka yang membangun dan memelihara masjid, “Masjid-masjid Allah hanya dijaga oleh mereka yang percaya pada Allah dan hari akhir, yang mendirikan sholat, memberikan zakat, dan yang tidak takut kecuali Allah, karena berharap bimbingNya”

Saudara dan saudari yang terkasih!

Apa yang lebih menghancurkan (hati kita) daripada (melihat) masjid, menaranya sunyi, kubah yang bisu, dan taman yang sepi? Karena permusuhan terhadap Islam yang meningkat setiap hari, ada masjid di berbagai belahan dunia saat ini yang diserang, ditutup dengan kekuatan, dan bahkan dibom dan dihancurkan. Ratusan juta Muslim di seluruh penjuru menghadapi penindasan.

Saudara dan saudari yang terkasih!

Kita sebagai orang beriman memaknai Hagia Sophia sebagai tujuan mulia dan keyakinan kokoh untuk memastikan bahwa belas kasih, toleransi, kedamaian, ketenangan, dan kebajikan harus berlaku di seluruh dunia. Inilah alasan mengapa Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi lainnya diutus, yakni membawa risalah keselamatan dan kedamaian.

Jadi, saat ini yang perlu kita lakukan adalah bekerja siang malam untuk memastikan bahwa kebajikan, kebenaran, dan keadilan mendominasi dunia. Kita harus menjadi harapan untuk keselamatan umat manusia yang berada dalam pusaran masalah besar. Kita perlu mempertahankan keadilan dalam wilayah yang dikelilingi oleh penindasan, ketidakadilan, air mata, dan keputusasaan. Kita perlu menyambut seruan, “Wahai Muslim! Pahami, jalankan dan sebarkan Islam dengan baik/benar sebagaimana mestinya sehingga siapa pun yang datang untuk menyerang Anda, akan (berbalik) bangkit hidup (yang lebih bermakna) bersebab Anda!”

Kami percaya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ali Ibn Abu Thalib, bahwa bumi adalah rumah kita bersama. Apakah persaudaraan karena seagama atau sesama manusia. Kami percaya bahwa semua anggota rumah (di bumi) ini, tanpa memandang agama, etnis, warna kulit, atau negara, memiliki hak untuk hidup bebas secara manusiawi dalam keselamatan, dalam kerangka nilai-nilai universal dan prinsip-prinsip moral.

Di bawah kubah Hagia Sophia, kami menyerukan kepada semua umat manusia untuk menegakkan keadilan, kedamaian, belas kasih, dan kebenaran. Kami menyeru untuk mempertahankan nilai-nilai universal dan prinsip-prinsip moral yang melindungi martabat manusia dan menjadikan kita makhluk yang paling terhormat. Sebagai pengikut agama yang final dan benar, yang menyatakan bahwa kehidupan setiap orang tanpa memandang jenis kelamin dan usia dijamin. Kami menyerukan kepada umat manusia untuk bekerja sama dan berkolaborasi dalam melindungi kehidupan, agama, aset, dan generasi semua orang. Hari ini kita membutuhkan banyak faktor untuk menyatukan hati kita, dengan segala posisi relasi kita, hati nurani, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

Izinkan saya menyimpulkan khutbah bersejarah ini, saya ingin melakukan panggilan ke seluruh dunia dari tempat terhormat ini: Wahai manusia, pintu Hagia Sophia akan senantiasa terbuka untuk semua hamba tanpa diskriminasi. Sebagaimana pintu Masjid Sulaimaniye, Masjid Selimiye, Masjid Sultan Ahmed, dan masjid-masjid kami yang lain. Perjalanan untuk beriman, beribadah, merangkai sejarah, dan berkontemplasi (merenungi hikmah) dalam suasana spiritual Masjid Hagia Sophia akan berlanjut tanpa henti, selamanya Insya Allah.

Semoga Allah yang Maha Kuasa memampukan kita untuk melayani Masjid Hagia Sophia dengan sebaik-baiknya. Masjid yang memiliki tempat khusus dalam benak hati kita, dan bernilai sejarah yang mulia.

Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberkahi kita, bersebab menghormati dan memuliakan Masjid Hagia Sophia, cap-a-pie (pelengkap kepingan sejarah) yang luar biasa. Semoga Allah memuliakan yang terhormat (Erdogan) dan semua otoritas yang melakukan upaya dalam melindungi budaya dan identitas kita. Semoga Allah juga memuliakan semua orang yang berdoa, yang berbagi kebahagiaan dengan kita hari ini. Aamiin

Oleh: Agastya Harjunadhi
Diterjemahkan bebas, dengan sedikit penyesuaian tanpa mengurangi makna.
dari : https://www. trtworld. com/magazine/hagia-sophia-friday-prayer-full-transcript-of-the-sermon-38377

Ciri Orang Mendapatkan Laylatul Qadr (Bagian 2 – Selesai)

Oleh: Agastya Harjunadhi, M.Pd

Dalam artikel sebelumnya, dijelaskan bahwa ciri orang yang mendapat laylatul qadr, yang pertama adalah ia konsisten bersemangat mengisi hari-hari dan menghidupkan malam-malam ramadhan tersisa. Ia tamak dengan ibadah dan amal shalih, untuk menggapai rahmat, maghfirah dan ridha Allah SWT.

Ciri kedua adalah orang ini bergegas memohon ampunan kepada Allah atas segala dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan. Kemudian bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Memohon ampunan atas dosa juga diteladankan oleh rasulullah saw sebagai doa pamungkas ketika menjumpai malam laylatul qadar. Doa tersebut adalah Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa’fuanna. (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, cinta untuk memaafkan, maka maafkanlah aku/kami)

Ciri ketiga adalah orang ini konsisten dalam amal shalih meski ramadhan telah usai. Amalan-amalan yang telah ia hidupkan sejak ramadhan, seperti gemar bersedekah, shalat wajib tepat waktu, menghidupkan malam dengan tahajjud, berakhlak mulia, membina ukhuwah islamiyah dll, akan ia jaga sekuat tenaga di 11 bulan kedepan. Ia juga tak ingin terjebak pada perbuatan yang sia-sia, karena baginya waktu adalah aset yang tak ternilai sehingga harus dipergunakan untuk kegiatan yang penuh manfaat.

Jika yang sia-sia saja ia jauhi, maka perbuatan tercela, buruk, maksiat, juga pasti ditinggalkannya. Ia tidak akan lupa akan tujuan penciptaan dirinya yakni untuk beribadah kepada Allah (QS. Ad Dzariat: 56). Melalui ibadah-lah cara hamba merawat dan meningkatkan iman-taqwa. Termasuk puasa, yang memiliki tujuan la’allakum tattaqun (QS. Al Baqarah: 183).

Kenapa taqwa?

Allah berfirman dalam Qs. Al Maidah: 2, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa” . Ulama menyimpulkan secara sederhana penjelasan dari ayat ini, yaitu bahwa syarat diterimanya amal ibadah seseorang adalah taqwa.

Maka, jika dilihat lebih mendalam, sesungguhnya penjelasan semua di atas adalah satu kesatuan. Yaitu ketika amal kita diterima oleh Allah, kita akan mendapatkan buah dari puasa ramadhan (taqwa), dan sebagai hadiahnya mendapatkan malam laylatul qadr.

Hal ini logis karena orang-orang yang bertaqwa, mereka tak akan mau menyia-nyiakan kesempatan laylatul qadr, dengan cara memburunya sekuat tenaga, menghidupkan malam, mengencangkan sarung di seluruh malam tanpa kecuali, sebagaimana rasulullah teladankan.
Kemudian mereka pun tak akan merelakan kenikmatan ibadah ramadhan hilang begitu saja di bulan Syawal, dan bulan-bulan berikutnya. Ia akan sekuat tenaga menjaga ruh dan spirit ramadhan, di luar bulan ramadhan.

Dari sisi Allah, Allah juga akan memberikan hidayah dan taufiq dalam kehidupan hamba ini. Allah jadikan hamba ini suka berinfaq dengan takwa, membenarkan adanya pahala terbaik(surga), dan dimudahkan beramal sholeh (QS: Al Lail, ayat 5-7). Kepada hambaNya ini, Allah akan menjaganya, memudahkan segala urusannya, dan ringan dalam amal sholeh hingga akhir hayatnya.

Yuk, mari kita bermuhasabah, kembali memaknai detik-detik akhir ramadhan. Anggap saja laylatul sudah lewat, adakah masih semangat kita mengisi hari-hari akhir tersisa dalam ramadhan ini? Adakah perasaan sedih dalam hati kita karena akan berpisah dengan ramadhan?

Atau, bisa jadi laylatul qadr belum terjadi. Mungkin malam ini atau besok. Maka, apa alasan kita untuk tidak menguatkan ibadah, menghidupkan malam?

Analoginya, jika kita diberikan kesempatan lembur 1 malam oleh bos kita dalam pekerjaan, dengan imbalan gaji penuh selama 1000 bulan (83 tahun) tanpa putus, masuk akal kah jika kita kemudian memilih untuk tidur (menolak) saja ??

Semoga Allah mudahkan kita untuk memperbaiki kualitas puasa, dan menghidupkan malam-malam tersisa ramadhan kali ini. Boleh jadi, ini adalah ramadhan terakhir kita. Masih ada waktu untuk wujudkan menjadi ramadhan terbaik kita. Dengan shiam & qiyam imaanan wahtisaaban, agar mendapatkan ampunan dariNya.

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari)

Jangan sampai kita menjadi orang yang merugi atau celaka. Yaitu orang yang mendapati ramadhan, kata rasulullah, namun dibiarkannya (ramadhan) berlalu sedangkan dosanya belum diampuni oleh Allah. Naudzubillah.

Wallahu a’lam.

Ciri Orang Mendapatkan Laylatul Qadr (Bagian 1)

Oleh: Agastya Harjunadhi

Banyak orang begitu yakin bahwa lailatul qadr, berada pada malam 27. Sebagian ulama juga telah meyakininya, bahkan sahabat seperti Ubay bin Ka’ab, Ibn Abbas, bahkan Umar Ibn Khattab juga berpendapat yang demikian. Tidak ada yang keliru memang kita habis-habisan ibadah di malam-malam ganjil, khususnya malam 27. Namun, apa yang terjadi setelah malam 27 tersebut?

Sebagaimana pengalaman secara umum, di banyak tempat, ketika kita telah berada di malam 28, 29, 30, ternyata tak sesemangat di malam 27. Tren kuantitas bahkan kualitas ibadah cenderung menurun. Lalu pertanyaannya adalah, siapakah orang yang benar-benar mendapatkan laylatul qadr? Jangan sampai kita ke-PeDe-an setelah gas-pol di malam-malam ganjil saja, lalu kemudian menyangka mendapatkan malam laylatul qadr.

Kita lihat Imam Ad Dhahaq, ketika beliau ditanya oleh orang-orang yang sedang berhalangan (haid, nifas, dll) atau tidak maksimal dalam ibadahnya. Apakah bisa mendapatkan malam laylatul qadr?

Kata beliau menjawab, “setiap orang yang amalannya diterima oleh Allah, maka ia mendapatkan bagiannya dari Laylatul Qadr”.

Maka isu utama yang seharusnya kita perhatikan adalah bukan sekedar beramal, tapi kepada: “apakah amalan ini diterima atau tidak oleh Allah?” Hal ini sebagaimana nasihat dari Ali bin Abu Thalib, yaitu “hendaknya fokus terhadap diterimanya amal, itu lebih besar dari pada fokus kalian terhadap amal itu sendiri”. Senada dengan itu, para ulama menegaskan yang terpenting adalah amalan yang diterima.

Maka, profile orang yang mendapatkan malam laylatul qadr, kata imam Ad Dhahaq, yang pertama adalah, orang yang amalannya diterima oleh Allah, dengan ciri-ciri ia tetap bahkan semakin bersemangat ibadahnya meski telah melewati malam 27. Ia tetap gas-pol di malam-malam berikutnya.

Kata Hasan Al Basri “Sesungguhnya diantara balasan sebuah kebaikan adalah kebaikan berikutnya. Dan diantara cara Allah menghukum hambaNya ketika melakukan dosa adalah dimudahkan untuk mengerjakan dosa berikutnya”. Maka, dari sini kita bisa lihat bahwa, salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada seorang hamba, sebagai tanda diterimanya amalan adalah memudahkannya untuk berbuat kebaikan/amal-amal shalih berikutnya.

Jika demikian, maka dalam konteks ramadhan, orang-orang yang mendapatkan laylatul qadr, tidak akan membiarkan malam-malam berikutnya setelah malam 27, kendor dalam ibadah. Bahkan orang-orang ini diyakini telah menghidupkan seluruh malam-malam baik genap maupun ganjil selama ramadhan. Tersebab karena ketamakannya akan rahmat dan maghfirah dari Allah. Wallau ‘alam.

Bersambung…

Mukjizat Terakhir Part 2: Nikmat Allah

Ada perbedaan penggunaan sebuah kalimat di dalam Al Quran yang dalam bahasa Indonesia maupun Inggris memiliki arti yang sama. Yaitu pada QS. Al-Baqarah (2): 261 dan QS. Yusuf (12): 48. Dalam kedua ayat tersebut terdapat terjemahan yang sama yaitu “7 bulir”. Padahal jika dilihat dari penggunaan kalimat bahasa arab terdapat perbedaan. Yaitu di QS. Yusuf, Allah menggunakan kalimat “Sumbulaat”, sedangkan di dalam QS. Al Baqarah, menggunakan “Sanaabil”. Dua kata/kalimat tersebut berasal dari kata yang sama yakni “Sumbulah”. NAK menjelaskan bahwa “Sumbulah” adalah single. “Sumbulaat” adalah jamak. Dan “Sanaabil” adalah super jamak.

Perbedaannya di mana? Continue reading Mukjizat Terakhir Part 2: Nikmat Allah

Mukjizat Terakhir

Oleh: Agastya Harjunadhi

Akhir-akhir ini banyak muslimin yang mengucapkan hal yang tak perlu kepada teman-teman yang berbeda keyakinan, khususnya tentang mukjizat Al Quran. Bahkan kadang-kadang cenderung terjebak pada perdebatan, setiap kali membincangkan tentang hal ini (Al Quran).

Tahu kah, bahwa dalam debat, itu tidak mencari apa-apa kecuali ingin mengalahkan lawannya. Kalau hari ini kita kalah, kita akan berfikir bagaimana caranya untuk bisa mengalahkannya besok. Jadi menjadi tidak penting lagi tentang kebenaran isi, melainkan fokus pada kemenangan debat. Ini (debat) bukanlah pendekatan yg disarankan oleh Al Quran dalam mengabarkan kebenaran (dakwah) kepada orang lain.

Kemudian, ada kesalahan kedua yang cukup serius. Kita mengetahui bahwa Al-Quran adalah sempurna. Kitab paling hebat, karena Al Quran adalah Kalam Allah. Namun pengetahuan dan pemahaman kita kepada Al Quran bisa jadi belum sempurna karena keterbatasan kita. Continue reading Mukjizat Terakhir

Intellectual Humility

Berilmu dan Beradab / Intellectual Humility
Oleh: @agastyaharjunadhi

Hari ini, kita bersyukur adanya gelombang hijrah yang besar dari para generasi muda maupun tua untuk sadar dan belajar kembali tentang Islam. Spirit hijrah sedang happening. Bagusnya, semangat hijrah ini juga dibersamai dengan semangat untuk mengkaji pokok-pokok agama.

Namun tak sedikit diantara mereka yang sedang semangat-semangatnya untuk belajar agama, kemudian berkontribusi dalam masyarakat khususnya anak muda, terjebak dalam sebuah kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Dengan apik nasihat ini disampaikan oleh Ustadh Nouman Ali Khan (NAK), yakni pentingnya menjaga sikap rasa rendah hati dalam berilmu (intellctual humality).

Ustadh NAK mengawali dengan mengutip firman Allah, Surat Yusuf: 76; “di atas semua orang yang berpengetahuan ada yang lebih berpengetahuan” dan tentu di atas itu semua adalah Allah yang Maha Mengetahui (Al ‘aliim)/ Yang Maha Berilmu.

Ustadh NAK mendeskripsikan ketika ia masih muda, bersama teman-temannya menghadiri kajian, mencatat dan mengetahui ilmu baru. Mereka menjadi “merasa” tahu tentang apa yang telah dipelajarinya itu, yang kemudian diikuti dengan perasaan bahwa orang-orang yang nggak ngaji pasti nggak tahu.

Iya, ada perasaan bahwa kita yang sudah ngaji, merasa lebih tahu daripada orang lain. Ketika ada kesempatan untuk mendebat, pasti dilakukan dengan penuh semangat dan penuh perasaan “merasa paling tahu”. Saking semangatnya kemudian terus membombardir lawan debatnya dengan ayat-ayat yang telah dikaji sebelumnya. Menyampaikan semua argumen dan bukti kepada lawan bicara, hingga merasa puas dan menang, seolah tujuan dari berilmu adalah untuk mengungguli orang lain dan menjatuhkannya dalam debat. Berbahaya!

Ketika ilmu pengetahuan yang kita peroleh tidak membuat kita menjadi lebih rendah hati, atau ilmu pengetahuan yang kita miliki justru membuang sifat rendah hati. Ini berbahaya!

Mengapa?

Continue reading Intellectual Humility

DUA KUNCI KEBANGKITAN UMMAT

Oleh : Agastya Harjunadhi, MPd

Dalam berbagai kajian tentang sejarah peradaban Islam, salah satu hal yang paling menarik untuk dikupas adalah tentang instrumen kebangkitan peradaban Islam. Apa saja kunci yang mampu melahirkan tatanan sosial dalam bentuk masyarakat dan negara yang kemudian disebut sebagai puncak peradaban Islam yang berjaya atau sering disebut dengan baldatun thayyibah wa rabbun ghafur. Yaitu sebuah negara/negeri aman, damai, berkeadilan dan makmur yang penuh dengan kebaikan dan keberkahan tersebab Allah telah memberikan ghafurNya.

Ghafur atau ampunan Allah hadir atas negeri tersebut tidak lain adalah karena perilaku penduduknya yang mendatangkan ampunan. Mereka pandai bersyukur, menjalankan semua sendi-sendi kehidupan dengan penuh semangat berkebaikan dan beramal shalih (ibadah). Mereka juga menjalankan hukum-hukum Allah dalam syariat secara adil dan bijaksana. Diantaranya Al-Quran menyebutkan seperti apakah ciri-ciri masyarakat yang mendapatkan maghfirah dari Allah, yaitu pada QS. Ali Imran: 133-136:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.”

Continue reading DUA KUNCI KEBANGKITAN UMMAT

Jumat di Dzulhijjah: Berkumpulnya Waktu Puncak Kebaikan dan Keshalihan

Oleh: @agastyaharjuna

Hari ini adalah hari Jumat, hari terbaik diantara bilangan hari lainnya. Banyak yang melatarbelakangi mengapa hari Jumat menjadi hari yang dimuliakan.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Sebaik-baik hari adalah hari Jum’at, pada hari itu Nabi Adam AS diciptakan, pada hari itu dia dimasukkan ke surga, pada hari itu dia dikeluarkan dari surga, dan hari qiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.” (HR. Muslim). Dalam riwayat lain Nabi bersabda, “Tidak ada hari yang lebih mulia selama matahari terbit dan terbenam selain hari Jum’at”.(HR.Ibnu Hibban dalam Shahihnya). Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda, _“Sesungguhnya hari ini (Jumat) merupakan hari raya, Allah menjadikannya (pada hari Jumat) istimewa bagi kaum muslimin, maka barangsiapa yang akan mendatangi shalat jum’at maka hendaklah dia mandi.”_ (Ibnu Majah)

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata:
_“Hari ini dinamakan Jum’at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam’u yang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya”._

Allah berfirman: _”Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”_ (QS. 62:9)

Dalam makna sederhananya, bahwa kita diminta untuk menyegerakan berangkat menuju shalat jumat, dan berangkat menuju amalan-amalan kebaikan serta amalan shalih lainnya. Kita diminta untuk berlomba, _fastabiqul khairat,_ dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan penciptaan kehidupan yakni _liyabluwakum ayyakum ahsanu ‘amala_ (QS.67:2), Allah ingin melihat siapa yang paling balik amalnya.

Dari Abu Hurairah dan Hudzaifah _-radhiallahu ‘anhuma-_ berkata, _“Allah telah merahasiakan hari Jum’at terhadap umat sebelum kita, maka orang-orang Yahudi memiliki hari sabtu, orang-orang Nashrani hari ahad, kemudian Allah mendatangkan umat Islam, maka Dia menunjukkan kita hari Jum’at ini, kemudian Allah menjadikan urutannya menjadi jum’at, sabtu, ahad, demikian pula mereka akan mengikuti kita pada hari kiamat, kita adalah umat terakhir di dunia ini namun yang pertama di hari kiamat, yang akan diputuskan perkaranya sebelum makhluk yang lain.”_ (HR. Muslim)

_“Allah menyimpangkan kaum sebelum kita dari hari Jum’at. Maka untuk kaum Yahudi adalah hari Sabtu, sedangkan untuk orang-orang Nasrani adalah hari Ahad, lalu Allah membawa kita dan menunjukan kita kepada hari Jum’at.”_ (HR. Muslim).

Hari Jumat juga dikenal dengan hari bersejarah. Terdapat beberapa peristiwa besar yang terjadi pada hari jum’at ini, antara lain:
1. Allah menciptakan Nabi Adam ‘alaihissallam dan mewafatkannya pada hari Jum’at.
2. Nabi Adam ‘alaihissallam dimasukkan ke dalam surge pada hari Jum’at.
3. Nabi Adam ‘alaihissallam diturunkan dari surga menuju bumi pada hari Jum’at.
4. Hari kiamat akan terjadi pada hari Jum’at.

Dari Abu Hurairah _radhiyallahu ‘anhu_ bahwa Rasulullah ﷺ berkata:
_“Hari paling baik dimana matahari terbit pada hari itu adalah hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin shalat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintannya.”_ (HR. Muslim)
_“Sungguh begitu banyak amalan-amalan di hari Jum’at, jangan kita sia-siakan untuk meraup pahala berlipat sebagai bekal perjalanan kita ke akhirat .”_

Selain hari jumat, hari ini adalah juga termasuk dalam 10 hari yang dimuliakan oleh Allah. Ketika manfsirkan maksud dari Surah Al Fajr ayat 2, Ibn Abbas ra sebagaimana tuntunan baginda rasulullaah saw menjelaskan tentang hadist kemuliaan bulan dzulhijjah. Rasulullaah ﷺ, _“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).”_ Para sahabat bertanya: _“Tidak pula jihad di jalan Allah?”_ Nabi ﷺ menjawab: _“Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.”_ (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968).
Ulama menjelaskan bahwa hari-hari 10 awal Dzulhijjah ini bahkan bisa menjadi hari yang lebih baik daripada hari hari di 10 akhir bulan ramadhan. Karena dalam rentang waktu ini, berkumpul semua amal shalih. Ada puasa, infaq, sedekah, zakat, puncaknya adalah haji/arafah dan udhiyah (berqurban) nanti di penghujung hari-hari mulia ini.
_“Dan demi malam yang sepuluh.”_ (QS. Al Fajr: 2).
Di sini Allah menggunakan kalimat sumpah. Ini menunjukkan keutamaan sesuatu yang disebutkan dalam sumpah. Ada tujuan ketika Allah bersumpah atas nama sesuatu, yakni Allah ingin memuliakan sesuatu tersebut, dan diikuti oleh perintah yang sangat penting. Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan bahwa tafsiran yang menyebut sepuluh hari Dzulhijah, itulah yang lebih tepat. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas pakar tafsir dari para salaf.Maka tak ada keraguan lagi bahwa, hari ini adalah hari berkumpulnya pemuncak amal kebaikan dan amal shalih. Apa sajakah amalan-amalan utama tersebut? Mari kita kumpulkan dan sekuat tenaga amalkan satu per satu.“`1. Membaca surah Al Kahfi. Ditambah surah lain lebih baik, misal surah yasin, al mulk, al waqiah, dll.
2. Tahajjud dan witir.
3. Shalat sunnah fajr dan berjamaah shalat subuh
4. Berdzikir. Dzikir amalan sehari-hari, pagi dan petang, dan setiap memulai aktifitas.
5. Puasa. Memuliakan bulan dzulhijjah salah satunya dengan puasa sunnah.
6. Bershalawat. Perbanyak shalawat kepada rasulullaah ﷺ
7. Meningkatkan sedekah
8. Shalat Duha
9. Menyambung silaturahim.
10. Bekerja dengan kemampuan terbaik. Ini yang jarang menjadi perhatian, padahal dalam islam menyerukan bahwa ketika kita telah tunai urusan yang satu, bersegera untuk menuju urusan yang lain dengan kemampuan yang terbaik. Bekerja untuk nafkah halal untuk keluarga adalah bagian dari kesungguhan dan mendapatkan ganjaran senilai jihad.
11. Mandi besar dan memakai parfum menuju shalat jumat.
12. Berdoa diantara adzan dan iqamah.
13. Berdoa diantara dua khutbah.
14. Berdoa bada waktu ashar.
15. Berdoa menjelang berbuka puasa nanti sore.“`
Dan masih banyak amalan lainnya. Semoga Allah mudahkan kita dalam memuliakan dengan mengamalkan kebaikan/amalan shalih di momen berkumpulnya waktu-waktu utama ini. Yuk Semangat! 🙂
Sumber: harjunadhi.blogspot.com

Continue reading Jumat di Dzulhijjah: Berkumpulnya Waktu Puncak Kebaikan dan Keshalihan

Ahok dan Rizki yang Baik

Saya ajak dan ingatkan Anda untuk gak cengeng soal isu agama ini. Saya sendiri mulai muak dengan banyak pendukung Ahok terus berkutat soal ini.

Begini cara kita melihat isu agama itu secara tak cengeng.

Jika dalam kontestasi berhadap-hadapan kandidat lelaki vs perempuan maka isu gender naik ke atas permukaan; kandidat dari suku ttt vs dari suku yang lain, isu kesukuan mencuat ke atas; kandidatnya beda agama maka isu agama mencuat. Ini sangat biasa dalam semua kontestasi di seluruh dunia. Kita sebut ini sebagai isu kontestasi antar-golongan.

Isu itu menjadi lebih intens jika isu kontestasinya berubah menjadi kontestasi mayoritas vs minoritas. Sentimen mayoritas gampang tersulut dan kalangan minoritas yang terdesak harus “kreatif” untuk bisa memenangkan kontestasi itu. Apakah ini persoalan khas Indonesia?

Continue reading Ahok dan Rizki yang Baik

berbagi hikmah, semangat dan keberkahan